Kisah Inspiratif: Penghargaan Baginda Raja
Suatu hari, di sebuah kerajaan, sang raja hendak memberikan penghargaan kepada keluarga yang bisa dijadikan teladan di wilayahnya. Karena itu, ia mengutus pejabatnya untuk mencari siapa-siapa saja keluarga yang layak mendapat penghargaan tersebut. Sang pejabat pun segera menunaikan tugasnya, mendatangi satu per satu keluarga yang dianggap layak mendapatkan kehormatan dari sang raja. Salah satunya, kelurga terpandang tinggal di sebuah rumah besar. Sayangnya, mereka terkenal berperangai keras, lugas, dan tidak kenal kompromi. Dari rumah besar nan megah tersebut sering terdengar percekcokan di antara anggota keluarga. Kadang hal-hal sepele pun bisa menyulut kemarahan, mendatangkan pertengkaran, bahkan tidak jarang berakhir dengan baku hantam.
Saat si pejabat masuk ke rumah dan belum lama duduk, dari dalam rumah tiba-tiba terdengar suara. Prang! Bunyi gelas pecah tersebut kemudian disusul teriakan suara dengan nada berang,
“Hei! Matamu di mana? Duh, bodoh sekali, gelas diam begitu main disenggol saja!”
Teriakan balasan pun segera bersambut,
“Siapa suruh taruh gelas sembarangan di situ. Kalau gelasnya tidak ditaruh di situ, pasti tidak akan tersenggol. Dasar tidak punya otak!” Begitu seterusnya, satu sama lain saling menyalahkan dengan nada tinggi, tanpa ampun, dan masing-masing mau menangnya sendiri.
Mendengar kata-kata kasar dan makian di balik ruang tamu, si pejabat pun segera berpamitan dengan tuan rumah. Niat awalnya untuk menyampaikan undangan dari baginda raja sebagai wakil dari keluarga teladan di kerajaan itu, akhirnya dibatalkan sebelum disampaikan. Sambil menggelengkan kepala dan menghela napas panjang, si pejabat melanjutkan perjalanan untuk mengunjungi sebuah rumah besar lainnya yang berada tak jauh dari situ.
Setibanya di rumah keluarga berikutnya, si pejabat dipersilakan duduk dengan sopan di ruang tamu yang sejuk. Dari tempat duduknya, terlihat seorang pemuda sedang mengepel lantai dengan tekun. Saat melihat ada tamu datang, segera dihentikan kegiatannya. Ia menghampiri sejenak dan dengan ramah menyapa si pejabat. Dari arah yang berlawanan, tiba-tiba seorang pemuda yang lain melintas dengan cepat sambil tangannya masih sibuk melihat buku yang sedang dibacanya tanpa melihat lantai yang masih basah. Gubrak! Suara keras disusul suara mengaduh pun terdengar. Si pemuda rupanya terpeleset.
Sambil berseru kaget, tergopoh-gopoh si pemuda yang masih memegang tongkat pengepel, menghampiri. Ia berusaha membantu orang yang terjatuh untuk berdiri sambil berkata,
“Aduh, maaf Kak. Aku yang salah. Aku kurang cepat mengepelnya, lantainya masih basah dan membuat terpeleset. Di mana yang sakit, Kak?”
Sambil meringis menahan sakit, si kakak yang terjatuh, menerima uluran tangan adiknya sambil berkata,
“Bukan salahmu, Dik. Aku kok yang salah, jalan terburu-buru tidak melihat lantai masih basah. Nggak apa-apa. Teruskan saja mengepelnya.” Dia pun segera bangkit berdiri untuk menyambut kedatangan tamunya.
Menyaksikan peristiwa di hari yang sama di dua keluarga yang berbeda, si pejabat mengerti mengapa keluarga yang sedang dikunjunginya ini begitu disanjung oleh orang-orang di sekitar sana. Rukun, santun, kompak, dan saling menyayangi satu sama lain. Entah siapa yang salah, satu sama lain saling mendahului untuk meminta maaf, tidak berusaha mencari kesalahan yang lain, dan membenarkan dirinya sendiri. Sungguh mengagumkan. Di dalam hati sang pejabat membatin, inilah salah satu keluarga yang pantas menghadap ke baginda raja untuk menerima penghargaan sebagai keluarga teladan kerajaan.
Sumber: andriewongso.com
Elin Septianingsih