Gagal

Maaf Anda telah memasukkan alamat email yang tidak valid !

Kisah Inspiratif: Sang Pencuri Kue

Copy to clipboard copy-link
Kisah Inspiratif: Sang Pencuri Kue
Pada suatu malam, seorang wanita sedang menantikan penerbangan di bandara. Masih ada beberapa jam lagi sebelum jadwal terbangnya tiba. Untuk menghilangkan kebosanan, ia membeli sebuah novel dan sekantong kue. Lantas, ia mencari tempat duduk untuk menghabiskan kue dan bacaannya. Dalam keasyikannya membaca sambil sesekali memakan kuenya, ia melihat lelaki di sebelahnya dengan begitu berani mengambil satu atau dua kue yg berada diantara mereka berdua.


Wanita tersebut mencoba mengabaikan agar tidak terjadi keributan. Ia membaca, mengunyah kue dan melihat jam. Sementara si Pencuri Kue yang pemberani itu menghabiskan persediaannya. Ia makin kesal sementara menit-menit berlalu. 


Wanita itupun sempat berpikir: 


"Anak ini betul-betul kurangajar! apakah orangtuanya tidak mengajari sopan santun? Tanpa izin, dia memakan kue-kueku begitu saja!" 


Setiap ia mengambil satu kue, si lelaki itu juga mengambil satu. Ia menghela napas lega saat penerbangannya diumumkan, dan ia segera mengumpulkan barang-barang miliknya dan menuju pintu gerbang. Ia naik pesawat dan duduk di kursinya, lalu mencari buku yang hampir selesai dibacanya. Saat ia merogoh tasnya, ia menahan napas karena kaget. Ternyata disitu ada kantong kuenya. Koq milikku ada di sini, jadi kue tadi adalah milik siapa. Milik lelaki itu?


Ah, terlambat sudah untuk meminta maaf. ia tersandar dan sedih. Bahwa sesungguhnya akulah yang salah, tak tahu terima kasih dan akulah sesungguhnya sang Pencuri Kue itu bukan dia!


Dalam hidup ini, kisah pencuri kue seperti tadi seringkali terjadi. Kita sering berprasangka dan melihat orang lain dengan kacamata kita sendiri, dan tak jarang kita berprasangka buruk. Orang lainlah yang selalu salah, orang lain yang patut disingkirkan, orang lain yang tak tahu diri, orang lain yang berdosa, orang lain yang selalu bikin masalah. Kita sering mengalami hal diatas, kita sering berpikir bahwa kita paling benar sendiri, kita paling suci, kita paling tinggi, kita paling pintar, dan seterusnya. 


Mulailah untuk membumi, rendah hati dalam setiap kesempatan. 
Elin Septianingsih

Elin Septianingsih

Artikel Terkait

Rekomendasi Artikel