Gagal

Maaf Anda telah memasukkan alamat email yang tidak valid !

Kisah Inspiratif : Perjuangan Para Pendaki Yang Berhasil Mencapai Puncak Gunung Everest

Copy to clipboard copy-link
Kisah Inspiratif : Perjuangan Para Pendaki Yang Berhasil Mencapai Puncak Gunung Everest
Alkisah ada 31 orang pendaki dari lima kelompok ekspedisi berhasil mencapai puncak Gunung Everest, puncak tertinggi diantara segala gunung. Tiba-tiba, sebuah badai ganas menerpa dan menghempaskan para pendaki tersebut.


Di antara mereka ada seorang pendaki bernama Beck Weathers, yang jatuh pingsan di salju. Malam harinya, sekelompok regu penyelamat berhasil menemukan Weathers, tapi regu itu memastikan bahwa Weathers tidak mungkin bisa diselamatkan. Tempatnya terlalu gelap, jalannya terlampau berbahaya, dan kalau toh bisa dievakuasi, sepertinya Weathers juga akan tetap meninggal. Maka regu penyelamat pun meninggalkan Weather di tempatnya.


Namun beberapa jam kemudian, jauh di dalam dirinya Weathers merasakan sesuatu yang kemudian menyelamatkannya dari ajal, dan membangkitkan dirinya untuk menghadapi situasi yang sangat buruk. Kepada Newsweek, Weathers mengisahkan, “Saya telentang di es. Rasanya lebih dingin daripada semua yang bisa Anda bayangkan. Sarung tangan kanan saya hilang, dan tangan saya rasanya seperti terbuat dari plastik.”


Weathers mempunyai banyak alasan untuk menyerah. Dia telah menghadapi gunung itu dan kalah. Dia kekurangan bekal, kehilangan timnya, tidak mempunyai tempat berteduh, dan tidak punya kemungkinan untuk bertahan hidup. Namun, karena dihadapkan pada kematian, entah bagaimana sesuatu dalam diri Weathers terpicu bangkit untuk tetap hidup. Dengan tubuh beku, lelah, sendirian, dan setengah hidup, Weathers memaksa dirinya untuk terus bergerak, berdiri, dan menempuh kembali perjalanan yang berbahaya menuju Kemah Induk, yang hanya tampak bagaikan sebuah bintik di belantara salju yang putih.


Sebuah perasaan yang sangat mendalam menggugahnya untuk bertindak. Saat telentang di salju itu, katanya, “Saya bisa melihat wajah istri dan anak-anak saya dengan sangat jelas. Saya membayangkan bahwa saya masih punya waktu sekitar tiga atau empat jam lagi untuk hidup, sehingga saya mulai berjalan.” Meski bagi Weathers, beberapa jam berikutnya serasa seperti berabad-abad lamanya. Akan tetapi, mengetahui bahwa kalau ia beristirahat berarti mati, maka ia pun terus berjalan.


Hari semakin terang dan Weathers tersandung sesuatu yang tampak seperti sebuah batu biru. Dia beruntung, karena ternyata benda itu adalah sebuah tenda. Timnya lalu membawa Weathers ke dalam. Pakaiannya sudah kaku terbalut es sehingga mereka terpaksa meotongnya. Mereka meletakkan sebuah botol berisi air panas ke dadanya dan memberinya oksigen. Tak seorang pun berharap weathers bisa selamat. Karena situasi buruk akibat badai yang menimpanya telah mengakibatkan beberapa pendaki yang memiliki kecakapan yang jauh lebih hebat sekalipun bisa mati. Bahkan, beberapa jam sebelumnya, istri Weathers telah menerima khabar tentang kematian suaminya. Akan tetapi nyatanya, beberapa jam berikutnya, khabar tersebut diralat, Weathers masih hidup. Meski tidak ada seorang pun memperhitungkan adanya suatu unsur di dalam diri Beck weathers yang bisa membuatnya mampu bertahan dalam situasi yang begitu buruk, tetapi terbukti ia bisa selamat.


Setiap manusia pada prinsipnya terlahir dengan sifat “mendaki.” Siapa pun dan dengan latar belakang apa pun, kita semua senantiasa terdorong bergerak terus kedepan untuk mencapai tujuan hidup. Apakah itu dalam kegiatan bisnis, berumah tangga, kegiatan sosial, politik, hukum, budaya, organisasi keagamaan dan lain sebagainya. Secara naluri, kita ibarat para pendaki yang selalu ingin mencapai puncak. Hanya saja, dalam prosesnya mendaki, kita akan selalu dihadapkan dengan berbagai hambatan, tantangan dan kesulitan. Yang sayangnya, semuanya tidak cukup diselesaikan hanya dengan hanya menggunakan kecerdasan intelektual.


Sumber : andriewongso.com
Rinni Harimurti Koncara

Rinni Harimurti Koncara

Artikel Terkait

Rekomendasi Artikel