Gagal

Maaf Anda telah memasukkan alamat email yang tidak valid !

Kisah Inspiratif: Jangan Mengeluh!

Copy to clipboard copy-link
Kisah Inspiratif: Jangan Mengeluh!
Alkisah, ada seorang pemuda yang akan menemui saudaranya di suatu desa. Dia bertanya kepada pamannya, di mana rumah saudaranya itu. Pamannya membuatkan sebuah peta agar pemuda ini bisa sampai ke desa dimana saudaranya tinggal. Dengan berbekal peta itu, si pemuda pun berangkat. Namun, beberapa saat kemudian, si pemuda itu kembali lagi ke rumahnya. Saat ditanya dia menjawab, 


“Jalannya terlalu berat. Terlalu mendaki dan berliku. Belum lagi bebatuan serta jurang di sisi jalan-jalan menuju desa itu.”


“Berapa umurmu?” tanya si paman.


“Saya 25 tahun paman. Ada apa dengan umur saya?” tanya si pemuda itu.


“Tahukah kamu, kapan saya terakhir ke desa itu?”


“Kapan paman?” tanya si pemuda.


“Terakhir saya ke desa tersebut, saat saya berumur 49 tahun, yaitu dua tahun yang lalu. Artinya, jalan ke desa itu memang berat. Pertanyaanya adalah, kenapa paman bisa? padahal saat itu umur paman 49 tahun? Sementara, kamu yang masih berumur 25 tahun, mengatakan terlalu berat” jawab si paman.


Si pemuda itu terdiam. Kemudian dia berkata, “Pada kenyataan saya tidak bisa melalui jalan itu, paman. Apa yang harus saya lakukan?”


Si paman tersenyum. “Itu maksud paman!”


“Bisa dijelaskan paman?” tanya si pemuda kebingungan.


“Sebelumnya, kamu mengatakan jalannya terlalu berat. Kamu menyalahkan kondisi jalan. Tetapi, baru saja kamu mengatakan ‘saya tidak bisa’. Kamu tahu perbedaanya?” tanya si paman sambil tersenyum.


Si pemuda ngangguk-ngangguk. “Artinya, masalah itu ada pada diri saya?”


“Ya, tentu saja. Kamu mulai mengerti. Ada mindset atau pola pikir yang harus kamu perbaiki. Ini untuk kemajuan kamu sendiri.” jelas si paman.


“Sering kali, saat kesulitan itu ada, orang lebih sering menyalahkan apa yang ada di luar dirinya. Kamu mengatakan, jalannya terlalu berat. Jalannya memang berat, namun yang kamu lupakan ialah bahwa kamulah yang tidak sanggup atau tidak bisa melalui jalan tersebut.” jelas si paman.


"Lalu, apa yang harus saya lakukan. Apakah saya harus belajar dan berlatih untuk melalui jalan itu?” 


“Jika jalan yang akan ditempuh sangat panjang, maka langkahkan kakimu satu langkah. Niscaya, jalan yang akan kamu tempuh sudah berkurang satu langkah. Kamu mengerti maksud saya?” begitu pamannya memberikan petunjuk. 


“Baiklah paman, saya mengerti. Sepertinya saya harus belajar cara melalui jalan itu. Saya memang tidak bisa.” kata si pemuda itu.


“Bagus, pelajaran pertama sudah kamu pahami. Jika tidak bisa, artinya kamu harus belajar dan secara bertahap. Namun ada satu pelajaran lagi yang harus kamu pahami sebelum kamu mengatakan tidak bisa.” jelas si paman.


“Apa itu paman?” si pemuda kembali penasaran.


“Sekarang, kita pergi ke jalan yang berat itu. Benarkah kamu tidak bisa?Sekarang, kita duduk di warung kopi itu sambil ngopi," ajak si paman sambil menuju sebuah warung kopi.” kata si paman.


Di warung kopi itu, mereka bisa melihat jalan yang berat tersebut dan aktivitas yang ada di jalan tersebut. Mereka pun memesan kopi sambil memperhatikan jalan.


“Lihat itu!” kata si paman, sambil menujuk ke seseorang yang berjalan, mendaki jalan yang dikatakan berat itu sambil memikul dua karung besar berisi rumput.


Si pemuda pun itu langsung melihat orang tersebut.


“Kamu tahu? Dia hampir setiap hari melalui jalan terjal itu untuk mengangkut rumput yang cukup berat. Ya, sekitar 50 kg.” kata si paman.


“Sekarang saya mengerti paman. Jika si bapak yang mengangkut rumput saja bisa, maka saya yang tanpa beban pasti bisa.” kata si pemuda dengan penuh antusias.


“Itu maksud paman, kamu pasti bisa. Tapi ada yang salah.” kata si paman sambil tersenyum.


“Apa yang salah paman?” kata si pemuda kaget. Dia sudah merasa cerdas, tetapi masih ada yang salah.


“Yang mengangkut rumput itu bukan bapak-bapak, tetapi dia bibi Mirnah yang usianya seumur paman (51 tahun). Dia teman paman. Keponakanku, dia perempuan saja bisa melakukannya, jangan banyak mengeluh! Percayalah, kamu akan kehilangan separuh kekuatanmu jika terus mengeluh”





Elin Septianingsih

Elin Septianingsih

Artikel Terkait

Rekomendasi Artikel