Kisah Inspiratif: Eksekutif Muda dan Kereta Ekonomi
Pada suatu kereta ekonomi yang panas, seorang eksekutif muda berpakaian perlente dengan jas dan sepatu kulitnya berdiri berdesakan dengan penumpang lain. Ia bosan, kesal karena tubuhnya terhimpit. Ia pun membuka smartphonenya, rupanya ada chat penting dari kliennya. Usai membalas chat tersebut, ada pesan kembali masuk. Kali ini dari para donatur. Ya, eksmud ini memang sedang terlibat dalam proyek penggalangan dana untuk para korban banjir dimana ia ditunjuk sebagai koordinatornya. Cukup lama ia berkomunikasi via chat dengan para donatur.
Kondisi ini rupanya diperhatikan oleh penumpang lainnya. Mereka seperti sedang berpikir sesuatu tentang Si Eksmud.
"Dasar anak muda sombong! Baru kaya sedikit saja, bisa membeli HP mahal langsung pamer. Bagaimana kalau mengundang aksi pencopet?" Gumam seorang Nenek dalam hati.
"Hmmmm... mudah-mudahan suami saya tidak norak seperti dia. Baru punya smartphone harga segitu saja, noraknya bukan main!," Seorang Ibu muda menggerutu dalam benaknya.
"Duh! Kalau mau sok begitu mending naik kereta AC aja deh! Gayanya selangit, pamer kekayaan," Begitu pikir seorang mahasiswi.
"Sorry to say ya! Smartphone-ku lebih mahal dari dia, tapi aku enggan pamer di tempat umum. Waktu dan kondisi tidak bersahabat untuk menunjukkan kekayaan. Aku memilih membalas semua pesan sesampainya di kantor klien nanti," Seorang pengacara mencibir dalam hati Si Eksmud atas tindakannya.
Si Eksmud sadar dirinya membuat pandangan penumpang satu gerbong tertuju padanya. Namun ia agak terlambat menyadarinya. Akhirnya setelah berhasil meyakinkan para donatur, dimasukkan kembali Smartphone kerennya ke dalam tas. Hatinya pun ikut menggumam.
"Aduh.. aku dikira aneh ya? Jadi tidak enak begini, andaikan mereka tahu kalau aku memang sedang membahas hal yang sangat penting. Ini ya rasanya naik kereta ekonomi, aku memang harus lebih peka. Untung aku tidak jadi naik kereta AC, kasihan nenek tadi. Mudah-mudahan bermanfaat,"
Rupanya eksmud ini sedianya akan naik kereta AC. Namun setelah membeli tiket, ia bertemu seorang nenek yang sedang sakit dan ia dengan sukarela menukar tiketnya dengan tiket ekonomi milik sang nenek.
Sobat Souja,
Begitu berbahaya nya penghakiman. Sebuah kebaikan, tindakan kasih, bisa berubah total menjadi kejahatan hanya karna persepsi kita. Jaga persepsi kita, semua tak perlu kita nilai seperti penampakannya.
Elin Septianingsih