Kisah Inspiratif: Sebuah Pengorbanan
Alkisah beberapa tahun silam, seorang pemuda tengah menikmati perjalanannya berkunjung ke Singapura dalam rangka tugas kantor. Di sebelahnya, duduk seorang Ibu berusia sekitar 50 tahun. Keduanya langsung terlibat percakapan ringan. Semakin akrab, pertanyaan pun menjurus tentang keluarga.
"Ibu, ada keperluan apa berkunjung ke Singapura?", tanya si pemuda ingin tahu.
"Oh, saya mau mengunjungi putera kedua saya disana. Satu setengah tahun lalu, ia baru menikah dengan rekan kerjanya, jadi sejak saat itu saya belum bertemu dengan anak dan menantu saya. Paling komunikasi melalui telepon saja, Nak!" jawab ibu itu antusias.
"Wah, anak ibu hebat ya! Itu anak kedua Ibu, kalau boleh tahu anak ibu yang lainnya bagaimana kok tidak ada yang menemani ke Singapura?,"
"Ah, saya sejak masih muda terbiasa kemana-mana seorang diri. Anak-anak saya sibuk sekali. Anak ketiga saya seorang dokter spesialis bedah di Medan, anak keempat bekerja di perusahaan perkebunan di daerah Lampung, yang kelima seorang arsitek dan istrinya desainer interior di Bandung, yang keenam sekarang kepala cabang Bank di Surabaya. Nah, anak bungsu saya baru diangkat jadi dosen tetap di Yogyakarta,"
Pemuda tadi mendengar ceritanya dengan mulut ternganga. Betapa luar biasanya ibu ini, pikirnya. Anak-anaknya sukses dan mapan, apalagi suaminya wafat sejak anak keduanya kuliah kedokteran semester pertama. Namun yang membuat pemuda ini penasaran, Ibu ini tidak menceritakan anak sulungnya. Ada apakah gerangan?
"Maaf ibu, kalau boleh tahu anak sulung ibu bagaimana?," Tanya si pemuda dengan hati-hati.
Sambil menghela nafas panjang, ekspresi wanita paruh baya itu berubah.
"Anak pertama saya petani. Ia menggarap sendiri sawah peninggalan Ayahnya di desa. Lahannya tidak terlalu besar. Setiap malam, ia juga mengajari anak-anak yang putus sekolah pelajaran matematika, bahasa dan musik,"
"Maaf ya Ibu, pertanyaan saya lancang. Mungkin ibu kecewa dengan anak pertama ibu yang seorang petani sedangkan adik-adiknya bisa sukses."
Tanggapan ibu atas komentar si pemuda sungguh mencengangkan.
"Bukan begitu Nak! Ibu malah sangat bangga padanya. Hasil bertani itu yang membuat adik-adiknya bisa seperti sekarang. Anak pertama saya yang banting tulang, tanpa memikirkan pendidikan dirinya sendiri demi melihat adik-adiknya sukses,"
Sobat Souja,ada sebuah ungkapan bijak:
Hal terpenting adalah bukan siapakah dirimu akan tetapi apa yang sudah kamu lakukan.
Pengorbanan anak pertama ibu tersebut menghasilkan kesuksesan untuk orang sekitarnya.
Elin Septianingsih